Sejarah Sastra Arab Zaman Jahiliyah

Sastra jahiliah merupakan bagian dari budaya masyarakat badui yang sangat di gemari. Dan juga penyair pada masa ini sering berfungsi sebagai orang bijak di kalangan sukunya. Pada masa jahiliah ini yang berkembang adalah hal yang berkenaan dengan kehidupan orang badui, adat, dan sifat-sifat mereka. Para sastrawan Arab jahiliah dalam membuat sebuah karya sastra banyak terilhami oleh kekasih, perjalanan yang mereka lakukan, dan jejak binatang yang mengisyaratkan adanya pekemahan yang sudah ditinggalkan.

Kehidupan masyarakat Arab Jahiliah dapat dilihat dalam karya sastra yang merupakan produk zaman itu, karena sastra Arab Jahiliah adalah cerminan langsung bagi keseluruhan kehidupan bangsa Arab zaman Jahiliah tersebut, dari hal-hal yang bersifat pribadi sampai persoalan masyarakat umum.

Sejarah Sastra Arab


Bangsa Arab telah menganggap betapa pentingnya peranan seorang penyair. Sehingga sering kali mereka mengiming-imingi seorang penyair yang dapat memberikan semangat dalam perjuangan dengan memberikan sokongan suara bagi seseorang agar dapat diangkat sebagai kepala kabilah. Ada pula yang menggunakan mereka sebagai perantara untuk mendamaikan pertikaian yang terjadi antara kabilah, bahkan ada juga yang menggunakan penyair untuk memintakan maaf dari seseorang penguasa.

Kedudukan puisi dan penyairnya sangat tinggi di mata orang Arab Jahiliah. Sebuah karya puisi dapat mempengaruhi, bahkan mengubah sikap atau posisi seseorang atau sekelompok orang terhadap sikap atau posisi orang dan kelompok lainnya. Para penyair, dengan demikian juga berfungsi sebagai agen perubahan sosial dan perubahan kebudayaan. Kedudukan atau pengaruh sedemikian ini hanya dapat ditandingi oleh para politisi tingkat tinggi di zaman modern ini. Kekuatan penyair bersumber dari kekuatan isi karyanya.

Keistimewaan bangsa Arab, mereka mempunyai perhatian yang besar terhadap bahasa dan keindahan sastranya, karena mereka mempunyai perasaan yang halus dan ketajaman penilaian terhadap sesuatu. Dua sifat itulah yang menjadi faktor utama bagi mereka untuk mempunyai kelebihan dan kemajuan dalam bahasa. Karena keindahan bahasa bersandarkan pada perasaan halus dan daya khayal yang tinggi (imajinasi), maka dengan kedua faktor inilah bangsa Arab dapat mengeluarkan segala sesuatu yang bergejolak dalam jiwa mereka dalam bentuk syair-syair yang indah

Dalam inseklopedi jilid 2 dikatakan bahwa “pada umumnya para ahli sastra membagi sastra arab menjadi beberapa priode. Ahmad al-iskandari dan Mustafa inani membagi sastra arab menjadi lima priode”.

“Perkembangan sastra arab pada masa jahiliah dibagi atas dua bagian, yaitu: a) masa sebelum abad ke-5 dan b) masa sesudah abad ke-5 sampai dengan nabi Muhammad hijrah ke madinah” (inseklopedi islam jilid 2, 1999).

Suku Arab yang mendiami pelosok semenanjung Arabia pada musim haji berkumpul di Mekah. Pada saat itu, mekah ramai dikunjungi oleh berbagai suku yang datang dari berbagai dairah. Di samping menunaikan ibadah haji, mereka datang kesana untuk berdagang dan mengadakan perlombaan-perlombaan sastra, seperti berpidato dan melantunkan syair. Tempat yang berperan penting pada waktu itu adalah Suq ‘Ukaz.

Di pasar ‘Ukadz para penyair berlomba mendendangkan karya-karya mereka di depan dewan juri yang terdiri dari sejumlah pujangga yang telah memiliki reputasi. Karya-karya puisi yang dinyatakan sebagai yang terbaik akan ditulis dengan tinta emas di atas kain yang mewah, kemudian akan digantungkan di dinding Kakbah, yang kemudian dikenal dengan istilah al-Mu’allaqat (puisi-puisi yang digantungkan pada dinding Kakbah).


Karakteristik sastra arab jahiliah

Sastra pada zaman jahiliah merupakan cerminan bangsa arab pada masa itu. Ini dikarenakan sastrawan arab pada masa itu membuat suatu karya tidak lepas dari suatu kejadian yang mereka alami atau yang mereka lihat.

Secara umum sastra Arab pada masa jahiliah bertujuan untuk: 1) kehidupan suku badui, 2) menerangkan keadaan masa lampau. “Karya sastra pada masa ini memiliki empat ciri khusus. 1) Penggunaan kata-kata lebih ditekankan pada makna asalnya. 2) Kosakata yangdigunakan banyak memiliki sinonim. 3) Penggunaan kata serapan di luar bahasa arab sangat kurang. 4) Gaya bahasa dan kalimat yang diucapkan singkat padat dan tidak dibuat-buat”(Ensiklopedi islam jilid 2, 1999).

Pada umumnya puisi Arab pada masa tersebut mendeskripsikan keberadaan kemah, hewan sebagai kendaraan tunggangan, kehidupan mewah para bangsawan agar dengan begitu para pujangga mendapatkan imbalan materi dan pujian tertentu, alam sekitar, keberanian seseorang atau sekelompok kabilah, atau kecantikan seorang wanita pujaan.

Bahasa dan kandungan puisi Arab Jahiliah sangat sederhana, padat, jujur, dan lugas. Namun demikian, emosi dan rasa bahasa serta nilai sastranya tetap tinggi, dikarenakan imajinasi dan simbol yang dipakai sangat baik dan mengenai sasaran. Meskipun demikian, ada beberapa puisi Arab Jahiliah yang sangat remang-remang atau sangat imajiner dan simbolis.

Puisi seperti ini digubah dengan sangat padat dan sering menggunakan simbol yang samar sehingga sulit dicerna oleh kalangan umum, sehingga yang mampu mengapresiasikan puisi imajiner adalah kalangan tertentu yang memiliki pengetahuan sejarah dan latar belakang sang penyair. Dari sudut gaya, puisi Arab Jahiliah sangat mementingkan irama, ritme, rima, musik atau lagu, serta sajak (dikenal dengan nama qafiyah). Tetapi semua ini dilakukan secara wajar, bukan dengan memaksa mencari kata-kata hanya untuk kepentingan ritme dan sajak. Contoh dari karya Hatim At-tho’i pada buku tarikhul adab al-‘aroby.

أماوىّ ان المال غاد ورائح ويبقي من المال الأحاديث والذكر

أماوىّ اما مانع فمبيّن واما عطاء لاينهنهه الزجر

أماوىّ ما يغنى الثراء عن الفتى اذا حشرجت يوما وضاق بها الصدر

Dari syair di atas kita bias melihat keindahan dari lafal yang ada, yang mana pada bait pertama di akhiri dengan huruf ‘Ra’ Dan bait seterusnya diakhiri juga dengan khuruf yang sama.


Sastrawan bangsa arab dan karyanya

Masyarakat Jahiliah sering mengadakan festival sastra secara periodik. Ada festival sastra mingguan, bulanan, dan tahunan. Mereka juga membuat apa yang yang sekarang disebut dengan pasar seni. Di pasar seni ini para pujangga saling unjuk kemampuan dalam bersastra. Di antara pasar seni yang paling bergengsi pada zaman Jahiliah adalah pasar Dzu al-Majaz, yang terletak di daerah Yanbu’, dekat Sagar (kini termasuk wilayah Madinah); pasar seni Dzu al-Majinnah di sebelah barat Mekkah, dan pasar seni ‘Ukadz yang terletak di timur Mekkah, antara Nakhlah dan Tha’if. Di tiga tempat ini, masyarakat Jahiliah melangsungkan festival seni selasa selama 20 hari, sejak bulan Dzulqaidah.

Di pasar ‘Ukadz para penyair berlomba mendendangkan karya-karya mereka di depan dewan juri yang terdiri dari sejumlah pujangga yang telah memiliki reputasi. Karya-karya puisi yang dinyatakan sebagai yang terbaik akan ditulis dengan tinta emas di atas kain yang mewah, kemudian akan digantungkan di dinding Kakbah, yang kemudian dikenal dengan istilah al-Mu’allaqat (puisi-puisi yang digantungkan pada dinding Kakbah).

Sastra puisi Arab yang paling terkenal pada zaman Jahiliah adalah puisi-puisi al-Mu’allaqat. Dinamakan al-Mu’allaqat, karena puisi-puisi tersebut digantungkan pada dinding Kakbah.

Dalam artikel ARABIC POETRY CLUB ~ INDONESIA dikatakan bahwa:

“Sejarah sastra Arab mencatat sepuluh penyair al-Mu’allaqat, yaitu Umru al-Qais bin Hujrin bin al-Harits al-Kindi, Zuhair bin Abi Sulma, an-Nabigah adz-Dzibyani, al-A'sya al-Qaisi, Lubaid bin Rabi'ah al-Amiri, Amr' bin Kultsum at-Taghlibi, Tharafah bin Abdul Bakri, Antarah bin Syaddad al-Absi, al-Harits bin Hiliziah al-Bakri, dan Umayyah bin ash-Shalt.

Penyair Jahiliah lain yang sangat terkenal, tetapi tidak termasuk penyair al-Mu’allaqat, adalah al-Khansa' (w. 664, penyair wanita dari kabilah Mudhar yang akhirnya memeluk Islam), al-Khutaiyah (w.679, juga berasal dari kabilah Mudhar dan masuk Islam), Adi bin Rabi'ah (w. 531, dikenal dengan nama al-Muhalhil), Sabit bin Aus al-Azdi (w.510, dikenal dengan nama asy-syanfari)”.


Di bawah ini adalah nama sebagaian sastrawan dan karya syair yang di buatnya.

1. Umru al-Qais bin Hujrin bin al-Harits al-Kindi

Ada tujuh penyair Arab yang pada masa itu mendapat kehormatan luar biasa, Yang paling pertama adalah Imru Alquais. Atau sering pula dieja namanya dengan sebutan Amrulkais. Dia seorang pangeran, yang karena syair-syair cintanya mendapat kemurkaan ayahnya, seorang kepaka suku.

Amrulkais, lalu hidup mengembara sendiri jauh dari kemewahan hidup sebagai pangeran dan menjadi pengembala. Justru pengusiran sang Ayah itulah yang menyelamatkan Amrulkais. Karena kemudian karena perselisihan suku, lalu pecah perang, dan sukunya punah terpecah-pecah. Dia menjadi pengembara yang tak tahu lagi kemana puak berinduk. Pengembara dalam arti yang sesungguhnya, tanpa suku. Pengembaraannya saat itu bahkan sampai ke Kekaisaran Romawi.

Kala itu tahun 530 Masehi. Kaisar Justinian tengah berada di puncak kejayaan. Konstantinopel menjadi pusat kekuasaan dan di sana saat itu penyair pengembara sangat diberi tempat. Ada kisah yang menyebut Amrulkais, akhirnya malah dihukum mati sebab memukau cinta seorang putri keluarga Kaisar Justinian. Di bawh ini adalah bait syair yang dilantunkan Amrulkais

قفا تبك من ذكرى حبيب ومنزل بسقط اللوى, بين الدخول, وحومل

فتوضح, فالمقراة, لم يعف رسمها لما نسجتها من جنوب وشمأل

2. Antarah

Dia anak seorang wanita budak kulit hitam. Dia pun dibeli oleh tuan ibunya, seorang lelaki Arab yang tak lain adalah ayah biologisnya. Dengan latar belakang serumit itu, syair-syairnya justru sangat romantis. Maka bila bicara soal syair-syair cinta kasih Arab Klasik, mata Antar-lah sang pemukanya, pahlawannya. Antar yang lahir dari rahim seorang budak itu memang punya bekal hidup yang sangat cukup untuk menjadi penyair. Karena kekuatan fisik dan kecerdasannya, dia akhirnya berhasil menempatkan dirinya menjadi pemimpin suku Ayahnya. Dia juga yang menjadi penyair bagi sukunya. Dia gemar menyanyikan syair-syairnya sendiri. Syair tentang kesejahteraan sukunya dan kehidupanya. Dibawah ini adalah contoh syair yang di buatnya

إن تغد في دوني ألقناع فإنني طبّ بخذ لفراس المستلئم

أثني علي بما علمت فإنني سمح مخالفتي اذا لم أظم

 Daftar Rujukan
  • http://www.rumpunnektar.com/2013/01/sejarah-sastra-arab.html
  • جوزيف الهاشم و اصحابه، ألمفيد في الأدب العربى. الكتاب الأول. بيروت: مكتبة التاجر للطباعة والتوزيع
  • أحمد حسين، تريخ الأدب العرب، ألكتاب الأول. لبنون: دار الثقا فتي.
  • Ambari, Hasan dkk, 1999. Ensiklopedi islam jilid 2. Jakarta: PT Ichtiar baru van hoeve
  • Jhon, Esposito, 2001. Ensiklopedi dunia islam mederen jilid 2, Bandung: Mizan.
  • ARABIC POETRY CLUB ~ INDONESIA, Artikel (Online) diakses 12 Oktober 2009.
  • Hasan, 2007. Literature lover, 
.